Makalah Kewirausahaan
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah Motivasi
berasal dari kata latin “movere” yang berarti “dorongan atau daya penggerak”.
Motivasi ini sangat diperlukan seseorang dalam menjalankan segala aktivitasnya.
Dalam menjalankan hidup, seseorang memerlukan banyak motivasi agar ia dapat
menjalankan segala sesuatu yang dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya.
Dalam dunia pendidikan, seorang anak memerlukan motivasi baik dari orang tua,
guru, maupun teman-temannya agar ia mampu meningkatkan prestasi belajarnya. Hal
ini pula yang dibutuhkan orang dalam dunia kerja. Seseorang hanya dapat bekerja
dengan baik apabila ia mendapatkan motivasi kerja yang baik pula. Motivasi
kerja tidak hanya bersumber dari dalam diri orang itu saja, melainkan
memerlukan perpaduan baik dari diri sendiri, atasan, mapun lingkungan kerja itu
sendiri. Namun di balik semuanya itu, kita perlu mengetahui cara meningkatkan
motivasi kerja karyawan. Terdorong akan rasa keingintahuan serta kenyataan
seperti yang tersebut itulah yang membuat penulis memilih topik mengenai cara
meningkatkan motivasi kerja. Selanjutnya, hasil pengkajian itu penulis uraikan
dalam makalah berjudul “Meningkatkan Unjuk Kerja dengan Memberikan Motivasi
Kerja yang Baik”
1.2 Rumusan
Masalah
Beberapa rumusan makalah yang akan
dibahas dalam makalah ini antara lain:
1. Apa pengertian
motivasi kerja?
2. Bagaimana
kaitan motivasi kerja dengan unjuk kerja?
3. Bagaimana cara
meningkatkan motivasi kerja?
1.3 Tujuan
Beberapa tujuan dari penulisan makalah
ini antara lain sebagai berikut.
1. Untuk
mengetahui pengertian motivasi kerja.
2. Untuk
mengetahui kaitan motivasi kerja dengan unjuk kerja.
3. Untuk
mengetahui cara meningkatkan motivasi kerja.
BAB II LANDASAN
TEORI
2.1 Pengertian
2.1.1 Moral Kerja
Yang dimaksud
dengan moral adalah suasana batiniah seseorang yang mempengaruhi perilaku
individu dan perilaku organisasi. Suasana batiniah itu terwujud di dalam
aktivitas individu pada saat menjalankan tugas dan tanggung jawabnya. Suasana
batin dimaksud berupa perasaan senang atau tidak senang, bergairah atau tidak
bergairah dan bersemangat atau tidak bersemangat dalam melakukan suatu
pekerjaan. Proses manajemen dan leadership yang efektif memerlukan moral kerja
yang positif dalam arti suasana batin yang menyenangkan hingga memiliki
semangat yang tinggi dalam melakukan pekerjaan. Moral kerja yang tinggi
merupakan dorongan bagi terciptanya usaha berpartisipasi secara maksimal dalam
kegiatan organisasi/kelompok, guna mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya moral kerja seseorang.
Dalam kegiatan manajemen dan leadership pendidikan, moral kerja yang tinggi
dari setiap SDM yang terlibat di dalamnya, merupakan faktor yang menentukan
bagi tercapainya tujuan-tujuan pendidikan. Berbagai faktor itu di antaranya
adalah sebagai berikut.
1. Sebagian orang
memandang bahwa minat / perhatian terhadap pekerjaan berpengaruh terhadap moral
kerja. Bilamana seseorang merasa bahwa minat/perhatiannya seusai dengan jenis
dan sifat pekerjaan yang dilakukan maka akan memiliki moral kerja yang tinggi.
2. Sebagian lainnya
menempatkan faktor upah atau gaji penting dalam meningkatkan moral kerja. Upah
atau gaji yang tinggi dipandang sebagai faktor yang dapat mempertinggi moral
kerja.
3. Di samping itu ada
kelompok orang yang memandang faktor status sosial dari pekerjaan dapat
mempengaruhi moral kerja. Pekerjaan yang dapat memberikan status sosial atau
posisi yang tinggi/baik (misalnya, sebagai kepala, staf pimpinan, kepala bagian
dan sebagainya) menurut kelompok ini akan mempertinggi moral kerja.
4. Sekolompok lain
memandang tujuan yang mulia atau pekerjaan yang mengandung pengabdian merupakan
faktor yang dapat mempertinggi moral kerja. Tujuan dan sifat pengabdian diri
dalam suatu pekerjaan mengakibatkan seseorang bersedia mendertia, berkorban
harta benda dan bahkan jiwanya demi terwujudnya pekerjaan yang menjadi tanggung
jawabnya.
5. Kelompok terakhir
memandang faktor suasana kerja dan hubungan kemanusiaan yang baik, sehingga
setiap orang merasa diterima dan dihargai dalam kelompoknya dapat mempertinggi
moral kerja.
2.1.2 Motivasi
Kerja
Motivasi berasal dari kata latin
“movere” yang berarti “dorongan atau daya penggerak”.Motivasi ini diberikan
kepada manusia, khususnya kepada para bawahan atau pengikut. Adapun kerja
adalah sejumlah aktivitas fisik dan mental untuk mengerjakan sesuatu pekerjaan.
Terkait dengan hal tersebut, maka yang dimaksud dengan motivasi adalah
mempersoalkan bagaimana caranya mendorong gairah kerja bawahan, agar mereka mau
bekerja keras dengan memberikan semua
kemampuan dan ketrampilannya untuk mewujudkan tujuan organisasi. (Hasibuan,
2003). Gibson, et. al., 1995, berpendapat bahwa motivasi adalah kekuatan yang
mendorongseseorang karyawan yang menimbulkan dan mengarahkan perilaku. Motivasi
kerja sebagai pendorong timbulnya semangat atau dorongan kerja. Kuat dan
lemahnya motivasi kerja seseorang berpengaruh terhadap besar kecilnya prestasi
yang diraih. Robbins, (1998) berpendapat bahwa motivasi adalah kesediaan untuk
mengeluarkan tingkatupaya yang tinggi untuk tujuan organisasi, yang
dikondisikan oleh kemampuan upaya untukmemenuhi sesuatu kebutuhan individu.
Senada dengan pendapat tersebut, Munandar, (2001),mengemukakan bahwa motivasi
adalah suatu proses dimana kebutuhan-kebutuhan mendorong seseorang untuk
melakukan serangkaian kegiatan yang mengarah ke tercapainya tujuan
tertentu.Bila kebutuhan telah terpenuhi maka akan dicapai suatu kepuasan.
Sekelompok kebutuhan yangbelum terpuaskan akan menimbulkan ketegangan, sehingga
perlu dilakukan serangkaian kegiatanuntuk mencari pencapaian tujuan khusus yang
dapat memuaskan sekelompok kebutuhan tadi,agar ketegangan menjadi berkurang.
Pinder, (1998) berpendapat bahwa motivasi kerja merupakan seperangkat kekuatan
baik yang berasal dari dalam diri maupun dari luar diri seseorang yang
mendorong untuk memulai berperilaku kerja, sesuai dengan format,
arah,intensitas dan jangka waktu tertentu.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli
tersebut dapat disimpulkan, bahwa motivasi kerja adalah dorongan yang tumbuh
dalam diri seseorang, baik yang berasal dari dalam dan luar dirinya untuk
melakukan suatu pekerjaan dengan semangat tinggi menggunakan semua kemampuan
dan keterampilan yang dimilikinya.
2.2 Pentingnya
Motivasi Kerja
Motivasi kerja bisa naik turun bahkan
tak jarang hilang sama sekali. Kehilangan motivasi kerja bisa disebabkan karena
kita kekurangan alasan mengapa harus bekerja misalnya karena kita tidak ada
lagi motivasi untuk hidup. Hidup tentu mampunyai arti yang luas, bukan sekedar bernafas
saja. Hidup menjadi lebih hidup ketika seseorang hidup seleranya, cita-citanya,
semangatnya, tenaganya, visinya, bisnisnya, amalannya, kontribusinya pada
sesama dan banyaklagi. Kehilangan motivasi kerja dalam arti luas berarti
seperti kehilangan motivasi hidup dalam arti luas pula, jika kehilangan
motivasi kerja dalam waktu yang lama maka resikonya dalam jangka panjang adalah
mati. Kalau sekali waktu kehilangan motivasi hidup dalam waktu pendek misalnya
sejam dua jam atau sehari dua hari itu normal saja, namun kehilangan motivasi
kerja tersebut tetaplah penyakit yang perlu disembuhkan.
2.3 Teori-Teori
Motivasi
2.3.1 Teori Tata
Tingkat Kebutuhan
Maslow berpendapat bahwa kondisi
manusia berada dalam kondisi mengajar yang bersinambung. Jika satu kebutuhan
dipenuhi, langsung kebutuhan tersebut diganti oleh kebutuhan lain. Maslow
mengajukan bahwa ada lima kelompok kebutuhan, yaitu kebutuhan
faali(fisiologikal), rasa aman, sosial, harga diri, dan aktualisasi diri.
Adapun uraian dari kelima kebutuhan itu adalah sebagai berikut.
1.
Kebutuhan
fisik (physical needs) Yang meliputi kebutuhan sehari-hari untuk makan, minum,
berpakaian, bertempat tinggal, berrumahtangga dan sejenisnya.
2.
Kebutuhan
keamanan (safety needs) Yang meliputi kebutuhan untuk memperoleh keselamatan,
keamanan, jaminan atau perlindungan dari ancaman-ancaman yang membahayakan
kelangsungan hidupnya.
3.
Kebutuhan
Sosial (social need)
4.
Kebutuhan
untuk disukai dan menyukai, dicintai dan mencintai, bergaul, bermasyarakat dan
sejenisnya.
5.
Kebutuhan
pengakuan/harga diri (the needs of esteems) Kebutuhan untuk memperoleh
kehormatan, penghormatan, pujian, penghargaan dan pengakuan.
6.
Kebutuhan
mengaktualisasikan diri .(the needs for self actualization) Kebutuhan untuk
melakukan pekerjaan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Kebutuhan ini
mencakup kebutuhan untk menjadi kreatif, kebutuhanuntuk dapat merealisasikan
potensinya secara penuh.
2.3.2 Teori
Eksistensi-Relasi-Pertumbuhan
Teori motivasi ini yang dikenal sebagai
teori ERG sebagai singkatan dari Existence,Relatedness, dan Growth need,
dikembangkan oleh Alderfer, dan merupakan salah satu modifikasi dan reformulasi
dari teori tata tingkat kebutuhan dari Maslow. Alderfer mengelompokkan
kebutuhan ke dalam tiga kelompok, yaitu:
1.
Kebutuhan
eksistensi (existence need), merupakan kebutuhan akan substansi material
seperti keinginan untuk memperoleh makanan, air, perumahan, uang, mebel, dan
mobil. Kebutuhan ini mencakup kebutuhan fisiologikal dan kebutuhan rasa aman
dari Maslow.
2.
Kebutuhan
hubungan (relatedness need), merupakan kebutuhan untuk membagi pikiran dan
perasaan dengan orang lain dan membiarkan mereka menikmati hal-hal yang sama
dengan kita. Kebutuhan ini mencakup kebutuhan sosial dan bagian eksternal dari
kebutuhan esteem (penghargaan dari Maslow.
3.
Kebutuhan
pertumbuhan (growth needs),merupakan kebutuhan-kebutuhan yang dimiliki
seseorang untuk mengembangkan kecakapan mereka secara penuh. Selain kebutuhan
aktualisasi diri, juga mencakup bagian intrinsik dari kebutuhan harga diri dari
Maslow.
2.3.3 Teori Dua
Faktor
Teori dua faktor
disebut juga teori hygiene-motivasi dikembangkan oleh Herzberg.
Denganmenggunakan metode insiden kritikal, ia mengumpulkan data dari 203
akuntan dan sarjanateknik. Ia tanyakan kepada mereka untuk mengingat kembali
saat-saat mereka merasakan sangat senang atau sangat tidak senang dengan
pekerjaan mereka, apa saja yang menentukan rasademikian dan dampaknya terhadap
unjuk kerjanya dan rasa secara menyeluruh dan kesehatan. Faktor-faktor yang
menimbulkan kepuasan kerja, yang ia namakan faktor motivator,mencakup
faktor-faktor yang berkaitan dengan isi dari pekerjaan, yang merupakan faktor intrinsik
dari pekerjaan, yaitu:
1.
Tanggung
jawab (responsibility), besar kecilnya tanggung jawab yang dirasakan diberikan
kepada seorang tenaga kerja.
2.
Kemajuan
(advancement), besar kecilnya kemungkinan tenaga kerja dapat maju dalam pekerjaannya.
3.
Pekerjaan
itu sendiri, besar kecilnya tantangan yang dirasakan tenaga kerja dari
pekerjaannya.
4.
Capaian
(achievement), besar kecilnya kemungkinan tenaga kerja mencapai prestasi kerja
yang tinggi.
5.
Pengakuan
(recognition), besar kecilnya pengakuan yang diberikan kepada tenaga kerja atas
unjuk kerjanya.
Kelompok faktor
lain yang menimbulkan ketidakpuasan berkaitan dengan konteks daripekerjaan,
dengan faktor-faktor ekstrinsik dari pekerjaan dan meliputi faktor-faktor:
1. Administrasi dan
kebijakan perusahaan.
2. Penyeliaan,
derajat kewajaran penyeliaan yang dirasakan diterima oleh tenaga kerja.
3. Gaji
4. Hubungan antar
pribadi.
5. Kondisi kerja
2.3.4 Teori
Penetapan Tujuan (Goal Setting Theory)
Orang termotivasi untuk mencapai tujuan
yang jelas, sebaliknya orang akan bermotivasikerja rendah bila tujuan dari
pekerjaannya tidak jelas. Orang yang tugasnya jelas tujuannya danlebih
“menantang” akan menunjukkan motivasi kerja yang lebih besar daripada orang
yangtujuan tugasnya kabur atau terlalu mudah untuk mencapainya. Pendapat
tersebut di atasdikemukakan oleh Locke. Memberi tujuan yang jelas akan lebih
memorivasi daripada hanya sekedar mengatakan“kerjakan dengan sebaik-baiknya”
padahal tujuan yang harus dicapai tidak jelas. Penentuan tujuan yang jelas
merupakan kepemimpinan tersendiri. Oleh karena itu, rumuskan tujuan
setiappekerjaan dengan jelas agar orang-orang yang akan mengerjakan mengetahui
dengan baik.
2.3.5 Teori
Kesamaan atau Keseimbangan (Equity Theory)
Orang cenderung akan membandingkan
insentif atau reward yang diperolehnya denganinsentif yang diterima oleh orang
lain yang mempunyai beban kerja serupa. Bila besarnyainsentif antara dua orang
itu sama, maka akan muncul motivasi kerja. Bila lebih kecil maka akantimbul
rasa kecewa yang kemudian mengurangi motivasinya untuk bekerja dengan baik.
Bilasalah seorang menerima lebih banyak, maka dia akan termotivasi lebih kuat.
Teori keseimbanganini menyatakan orang cenderung untuk selalu melihat rasio
antara beban kerja (effort) denganpenghargaan yang diterimanya.
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Kaitan
Motivasi Kerja dengan Unjuk Kerja
Kaitan motivasi kerja dengan unjuk
kerja dapat diungkapkan sebagai berikut: unjuk kerja(performance) adalah hasil
interaksi antara motivasi kerja, kemampuan (abilities), dan peluang(opportunities),
dengan kata lain unjuk kerja adalah fungsi dari motivasi kerja kali
kemampuankali peluang. Ungkapan ke dalam rumus menjadi: Unjuk Kerja = f.
Motivasi Kerja X Kemampuan X Peluang Bila motivasi kerja rendah, maka unjuk
kerjanya akan rendah pula meskipunkemampuannya ada dan baik, serta peluangnya
pun tersedia. Misalnya, seorang sarjana komputerbekerja dalam prusahaan
konsultasi dalam bidang teknologi informasi sebagai tenaga ahli(peluang ada,
dan punya kemampuan yang diperlukan). Namun suasana kerja, hubungan antartenaga
kerja, kebijakan perusahaan tidak dirasakan sesuai, maka “semangat” kerjanya
menurundengan hasil unjuk kerjanya kurang. Sebaliknya jika motivasi kerjanya
besar, namun peluanguntuk menggunakan kemampuan-kemampuannya tidak ada atau
tidak diberikan, unjuk kerjanyajuga akan rendah. Kalau motivasi kerja tinggi,
peluang ada, namun karena keahliannya dalambidang tersebut tidak pernah
ditingkatkan lagi, unjuk kerjanya juga tidak akan tinggi.
3.2 Cara
Meningkatkan Motivasi Kerja
3.2.1 Memotivasi Lewat
Sentuhan-Sentuhan Kecil
Beberapa bentuk sentuhan-sentuhan kecil
yang membuat bawahan termotivir, antara lain:
1. Mengucapkan salam
lebih dahulu;
2. Mengembangkan
jabat tangan yang hangat dengan menatap matanya;
3. Memberikan pujian
yang tulus dan memergoki orang mengerjakan yang benar;
4. Berikan senyuman
pada saat bertemu dan berpisah;
5. Tanyakan kesehatan
dan kondisi keluarganya dan tunjukkan rasa empati.
3.2.2 Mengobarkan
Semangat Bawahan dengan Cara Membuat Mereka Merasa Penting
Beberapa cara manajer dapat membuat
karyawannya merasa penting, antara lain:
1. Dengarkanlah
mereka secara baik-baik dengan penuh perhatian;
2. Jangan
sekali-sekali pada saat bawahan menghadap di ruang Anda,Anda mendengarkan
sambil menulis, menandatangani surat, atau mengangkat telepon.
3. Hargai pendapat,
dan ide-idenya, tanggapilah dengan umpan balik yang positif;
4. Memberi kesempatan
untuk mengikuti pelatihan dan training.
3.2.3 Kritik yang
Konstruktif untuk Bawahan
Beberapa cara
mengkritik secara konstruktif untuk bawahan yaitu sebagai berikut.
1. Jika ada sesuatu
yang tidak beres, usahakan mencara siapa yang bersalah atas hal itu secara
tepat;
2. Jelaskan kepada
bawahan mengenai suatu kesalahan secara spesifik dan berilah kesempatan pada
orang yang bersalah untuk mengetahui secara jelas kesalahannya;
3. Seharusnya kita
dapat mengendalikan diri pada saat mengkritik seseorang;
4. Seharusnya kita
biasa memberikan kritik secara pribadi;
5. Seharusnya kita
memuji terlebih dahulu sebelum memberikan kritik;
6. Tunjukkan bahwa
kita turut bertanggung jawab atas kesalahan bawahan;
7. Dengarkan dengan
sabar penjelasan dan alasan dari orang yang melakukannya.
8. Bantulah orang
tersebut untuk memperoleh kembali kepercayaan dan harga dirinya;
9. Seharusnya kita
bisa memaafkan dan melupakan suatu kesalahan.
3.2.4 Taktik
Mengatasi Bawahan yang Tidak Loyal
Beberapa taktik mengatasi bawahan yang
tidak loyal antara lain:
1. Beri keteladanan
pada mereka, sikap dan perilaku kita harus pantas menjadi contoh, jangan pernah
melakukan sesuatu yang tidak pantas di hadapan mereka;
2. Bertindaklah adil
jika kita terpaksa memperlakukan istimewa terhadap satu atau beberapa orang,
berikan penjelasan mengapa ia berbuat begitu agar ia memahami;
3. Menjaga perkataan
kita terutama pada saat marah, kata-kata yang menusuk hati tidak akan membuat
orang sadar tapi sebaliknya justru akan antipati pada kita.
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan beberapa hal berikut.
1.
Motivasi
kerja adalah dorongan yang tumbuh dalam diri seseorang, baik yang berasal dari
dalam dan luar dirinya untuk melakukan suatu pekerjaan dengan semangat tinggi
menggunakan semua kemampuan dan keterampilan yang dimilikinya.
2.
Kaitan
motivasi kerja dengan unjuk kerja dapat diungkapkan sebagai berikut: unjuk
kerja (performance)adalah hasil interaksi antara motivasi kerja, kemampuan
(abilities), dan peluang (opportunities), dengan kata lain unjuk kerja adalah
fungsi dari motivasi kerja kali kemampuan kali peluang.
3.
Beberapa
cara untuk meningkatkan motivasi kerja ialah sebagai berikut.
a. Memotivasi lewat
sentuhan-sentuhan kecil
b. Mengobarkan
semangat bawahan dengan cara membuat mereka merasa penting
c. Memberikan kritik
yang konstruktif untuk bawahan
d. Menggunakan taktik
untuk mengatasi bawahan yang tidak loyal
4.2 Saran
Berdasarkan
kesimpulan di atas, dapat diajukan saran-saran sebagai berikut.
1.
Memberikan
pemahaman kepada para staff perusahaan mengenai cara memotivasi bawahan agar
dapat memberikan unjuk kerja yang baik.
2.
Membuat
lingkungan kerja yang nyaman dan hangat untuk mempertahankan dan meningkatkan
motivasi kerja karyawan.
3.
Menghilangkan
rasa terlalu ingin dihormati dan dihargai sehingga menimbulkan terjadinya
kesenjangan perbedaan kedudukan antara atasan dan bawahan, yang pada akhirnya
dapat menghilangkan rasa simpati satu sama lain.
4.
Menanamkan
rasa memiliki perusahaan kepada setiap staff dan karyawan perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr .J. Winardi, SE. Manajemen Perilaku Organisasi Cetakan ke-2,
Jakarta:
KENCANA PRENADA MEDIA GROUP 2004.
Fremot. E. Kast James dan E.Rosen
Zweig. Organisasi dan manajemen.
Jakarta:BUMIAKSARA 1990.
Kaith Davis dan John.W.Newstrom.Human
Behavior at Work: Organizational
Behavior,SeventhEdition
(Perilaku dalam Organisasi Eds.7). Jakarta:Erlangga 1994 .
Komentar
Posting Komentar